Oleh : Azmi Izuddin
Siang Pak, Bapak sejak pagi Nguber?
Iya Mas, kadang jam 7 pagi sudah berangkat dan kalau molor biasanya
jam 8 mulai berangkat, ya sudah
inilah pekerjaanku Mas.
Pertanyaan pertama
setelah aku mengenakan sabuk pengaman di dalam mobil putih yang berhenti di
depan sekolahku. Siang yang biasanya panas terang, tapi hujan gerimis mengguyur
Surabaya kota yang membuatku menaiki uber untuk menghadiri rapat di sekolah
lain. Segudang percakapan mengiringi perjalanan sebelum aku tiba di tempat
tujuan. Aku memesan uber di HP temanku yang baru saja mendownload
aplikasinya, sehingga aku mendapatkan diskon 50% dari pusat, sedangkan sopirnya
tidak mengetahui. Aku berusaha membuat perjalananku terasa nyaman dengan
bercakap-cakap dengan sopir yang kelihatannya sudah nyaman denganku.
Mas, Mas... sekarang giliran
saya ya yang bertanya,
Oh iya pak, silahkan bertanya, kita santai-santai saja di mobil
ini.
Sebelum memulai
pertanyaannya, bapak sopir itu curhat mengenai perjalanan hidup anak sulungnya.
Aku mendengarkan dengan baik sambil melihat keadaan luar melalui kaca yang
tertutup rapat dan terkena percikan air. Di luar sedang hujan, macet panjang,
pohon-pohon serta dedaunan basah, langit tidak ada tanda-tanda hujan berhenti
dan banyak motor mendahului dari sebelah kiri.
Mas sekolah di SMA Muhammadiyah itu?
Iya pak, emang ada apa ?
Nggak, dulu anak saya yang pertama saya sekolahkan di SD
Muhammadiyah.
Oh berarti sama kan ya pak. Sahutku
langsung kepada Bapak sopir
Tapi setelah lulus saya pondokkan ke Jombang, pondoknya NU. Sebab
tahu, mengapa Mas?
Ya terserah bapak, mau dipindahkan kemana, kan itu anak bapak,
bukan anak saya. Pandanganku
menuju ke arah Bapak sopir.
Gini mas, saya kok bingung dengan orang muhammadiyah, disana tidak
diajarkan niat, apalagi di dalam sholat salah satu rukunnya adalah niat, tapi
orang muhammadiyah kok tidak mengajarkannya ya.
Bukan tidak mengajarkannya pak, karena niatkan di dalam hati dan
yang tahu hati kita hanyalah Allah.
Disini aku sudah mengira, jika saya menjawab dan berbicara dengan
nada tinggi, maka suasana makin panas walau di luar sana sedang hujan.
Perbedaan sudah dapat kusimpulkan di awal, ketika pak sopir ini menyekolahkan
anaknya di lain yayasan. Aku berharap tatkala aku keluar dari mobil ini tidak
meninggalkan kebencian antar kami.
Iya mas saya tahu, sekarang saya tanya ya mas, bunyinya niat itu
bagaimana sih?
Niat itu di dalam hati pak, tak perlu diucapkan. Coba bayangkan
pak, jika kita mau melakukan sholat, pasti hati kita bergerak duluan, mengambil
air wudhu dan seterusnya, nah dengan ini, niat itu sama saja dibarengi dengan
perlakuan saat itu juga. Selebihnya Allah pasti sudah mengetahui apa yang kita
lakukan. Niat saja dalam kebaikan sudah dapat pahala apalagi kita sama
mengerjakannya.
Oo begitu ya mas, kalau begini mas. Kita kan mau melakukan sholat
sunnah, sedangkan sholat sunnah itu banyak, ada
sholat dhuha, rawatib, hajjat, tahajjud dan lain-lain. Masak ya cuman
ambil wudhu, sedangkan niat itu rukun yang paling utama mas kalau rukun tidak
dilaksanakan jadinya kan sia-sia amalan kita, jadi bagi saya niat itu bisa
diucapkan pelan dan bisa di dalam hati, agar tubuh kita lebih tergerak lagi
untuk melakukan ibadah kepada Allah.
Aku mengambil botol air minum dan meminumnya sebelum menjawab
pertanyaan pak sopir. Hujan makin reda di luar, gerimis masih mengguyur di
sepanjang jalan dan pepohonan, tampak orang tua berjalan bersama anaknya di
trotoar dengan payung pelanginya. aku tidak memasukkan botol minum dan menjawab
dengan nada pelan dan datar untuk menjaga suasana yang damai. Aku tidak
bermaksud debat dengan pak Sopir, ini sedang perjalanan, hujan, macet dan
tentunya bukan mobilku. Aku hanya menjawab singkat dan menuruti kata si Pak
Sopir agar hatinya puas. Sehingga keluar dari mobil ini aku tidak menyimpan
rasa dendam.
Begini ya pak, Allah itu yang menciptakan langit dan bumi, siang
dan malam, pagi dan petang, semua yang ada di bumi ini hanyalah milik dan
ciptaannya. Jadi semestinya Dia mengetahui ketika kita melaksanakan sholat
sunnah apapun. Semisal, ketika matahari sudah sepenggalah naik dan kita
melaksanakan sholat, pastinya Allah sudah mengetahui kalau kita sedang sholat
dhuha, lha wong dia yang menciptakan waktu dhuha. Tapi kita juga tidak
melupakan niat yang merupakan rukun sholat. Intinya kita tidak usah terlalu
repot dengan niat, cukup kita niat dalam hati kalau kita sedang sholat dhuha.
Dengan itu Allah pasti sudah mengetahui apa maksud kita. Allah kan juga
mengetahui segala isi hati. Jadi tidak usahlah niat itu dibaca dengan suara,
cukup dalam hati. Tapi kalau bapak menganggap niat seperti itu, juga tidak ada
salahnya, ini namanya pendapat, Allah menciptakan pikiran/pendapat yang
berbeda-beda bukan untuk melawan, meninggikan merendahkan suatu golongan, dan
bertengkar akan tetapi agar manuasia ini bisa lebih kreatif dan berpikiran
luas. Bukan maksutku juga dalam hal ibadah dibuat kreatif, hehehe
Ya mas, kalo pendapat itu memang beda-beda, lha kadang aku dan
istriku sering ribut soal masakan.
Kalau itu pak, sering dirumahku juga, haha
Aku berusaha untuk membuat
suasana nyaman dengan tertawa, walaupun pak sopirnya tidak tertawa, dia hanya
senyum-senyum sendiri dan fokus untuk mengendali mobil. Sementara di kursi
belakang kosong, hanya ada bantal merah yang tergeletak di kursi dekat pintu
bagian kanan. Sedangkan kursi paling belakang dilipat ke depan karena uber ini
hanya berlaku sampai 4 orang. Pengharum
mobil yang tergantung di sebelah kaca atas mobil yang berbentuk lonjong membuat
aroma mobil ini berbau harum dan segar. Beberapa kali aku menarik nafas yang
panjang untuk menghilangkan nguap, karena saat itulah yang paling enak
untuk tidur, hujan gerimis, dinginnya pas, kursinya empuk, harum lagi.
percakapan terhenti sejenak semenjak menunggu kereta api lewat dan kami pun
berhenti di tengah jalan, kanan-kiri mobil, motor melewati jalan diantaranya. Setelah
kereta lewat, Pak sopir membuka pembicaraan lagi,
Mas, saya kan sekarang diamanahi sebagai takmir masjid di daerah
rumah saya, dan masjidnya itu umum, tapi saya huueran mas dengan orang
muhammadiyah, kok bisanya mereka diajak sholawat di masjid tidak mau? Allah dan
malaikat saja bersholawat atas Nabi kita, masak kita sebagai kaumnya beliau
tidak mau menyolawati?, kalau mas gimana?
“Haduhh”, aku bingung dengan orang ini ngapain sih dia kok melihat
sisi negatif dari sebuah perbedaan, padahal lebih banyak dan lebih baik melihat
dari segi positifnya. karena diajak ngobrol, aku hanya menganggap obrolan ini
tidak terlalu serius, dibuat asyik.
Sebenarnya bukan masalah mau / tidak mau bersholawat atas Nabi pak,
ya mungkin ada keperluan lain selain itu, sehingga tidak mengikuti sholawatan,
toh jika diundang mungkin juga tidak akan datang, menurutku sih, yang
keluargaku juga muhammadiyah untuk masalah sholawat kita bisa setiap saat,
dimana saja dan kapan saja, tidak perlu bersama-sama dan Allah pasti mengetahui
kan kalau kita sholawat. Yaa tidak usah dibuat ribet lah pak, diambil sisi
positfnya saja. Okee pak.
Iya sih aku tahu mas, kan kalau kita sholawatan silaturrahmi lebih
erat, dengan bersama-sama juga lebih baik.
Pak pak, kalau silaturrahmi kan sudah bertemu berkali-kali, setiap
sholat wajib dan kita berjama’ah di masjid, nah inikan sudah dipertemukan oleh
Allah, jadi sholawatan bisa dengan sendiri-sendiri.
Ya lah mas, di masjid saya sering begitu, sholatnya ada, tapi jika
waktu sholawatan orang-orang gak ada. Bingung aku sampai sekarang. Mas mas,
saya ngomong begini jangan dimasukkan hati yaa, saya Cuma bilang yang ada pada
saat ini.
Yalah pak, saya sudah paham, kita sharing-sharing saja disini,
bahkan harapan saya antara muhammadiyah dan NU itu selalu bekerja sama untuk
menghadapi permasalahan yang ada di Indonesia ini. Sehingga antara keduanya
seperti bersaudara.
Ya lah mas, emang cita-cita mas pingin jadi apa?
Jangan bilang siapa-siapa ya pak, sebenarnya dari dulu cita-cita
saya ingin jadi Menteri Agama Indonesia, aku mau kondisi negara ini tenteram
karena sebagian besar penduduk Indonesia itu beragama Muslim, masak selama ini
yang saya dengar hanya bentrok dan lain-lain. Ya itulah harapan aku.
Pantesan, ya semiga tercapai dek, aku juga mendukung.
Baik, Aamiin, makasih pak.
Tak terasa perjalanan sudah hampir 20 menitan, dan mobil berhenti
di depan tempat yang ku tuju.
Berapa pak? Sambil membenahi
tas dan mengambil dompet di saku celana belakangku.
Aku bingung dengan Pak Sopir. Beliau sangat lama padahal hanya
tinggal pencet dan selesai. Memang aku menggunakan diskon, karena aku pinjam HP
temanku tadi dan pak Sopir tidak mengetahui tatkala aku menggunakan diskon ini.
Entah dia menambil HP dan menggunakan di sebelah kanan yang lyarnya tidak
terlihat olehku. Aku hanya bisa menunggu,
Berapa pak?
Iya mas sebentar, masih nunggu dari pusatnya.
Oo iya pak.
Ini Rp 7.500 ya mas?
Iya pak, ini Makasih ya, lantas
aku keluar dari mobil
Lak aku... Tak
BalasHapusNtaaps
BalasHapus