Jika Puasa adalah Pertanyaan, Inilah Jawabannya
Dikala dipenghujung bulan suci, sebagian besar umat manusia sudah merasa menang. Ya, menang menahan lapar, haus, hawa nafsu dan tindakan ceroboh lainnya. Mereka hampir berhasil melewati bulan Ramadan tahun ini dengan clean-sheet.
Untuk diterima atau tidaknya itu urusan pribadi dan Allah. Hanya berdua yang tau. Yang jelas kita sudah berdoa dan berharap semoga amalan kita diterima oleh-Nya. Namun jika dilihat dari segi perasaan, apakah puasa kita berdampak pada diri masing-masing? Jawabannya hanya diri sendiri yang tahu.
Puasa adalah amalan yang sangat rahasia. Individual. Orang lain tak tahu dan tak perlu tau. Hanya diri sendiri yang bisa menilai. Dan yang menjadi pertanyaan kedua adalah, apakah kita mau menilai dan mengoreksi puasa kita? Lagi-lagi jawabannya hanya diri sendiri yang tahu.
Pernah dengar tingkatan orang puasa menurut Imam Ghazali? Menurutnya ada 3 tingkatan. Yang pertama adalah orang yang rugi. Jika puasanya hanya menahan makan, minum dan hawa nafsu saja. Mereka berpuasa tapi hanya mendapatkan sedikit pahala. Yang kedua adalah puasanya orang sholeh. Selain menahan yang saya sebutkan diatas, juga menahan panca indra ini untuk melakukan perbuatan dari segala macam bentuk dosa. Pada tingkatan ini, menurut Imam Ghazali, hatinya selalu keadaan cemas dan berharap karena tidak diketahui apakah puasanya diterima oleh-Nya. Dan yang ketiga adalah tingkatan puasanya para Nabi dan shadiqqin. Selain hal yang diatas, hati kita juga puasa dari segala keinginan yang bersifat duniawi dan selalu mengingat Allah disetiap waktu. Kita berada ditingkatan berapa? Hanya diri kita yang tau.
Jika puasa adalah sebuah pertanyaan dan membutuhkan jawaban, lantas apakah jawaban yang pantas? Benar. Perubahan sikap kita adalah jawabannya. Dari segi perasaan sikap lah yang memerlukan puasa. Kita dituntut untuk melakukan perbuatan yang berguna dan bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Sikap ini perlu koreksi dan perbaruan. Banyak dari kita melakukan tindakan yang sia-sia bahkan merusak bangsa karena sikap dan moral kita. Mereka tidak mau menengok apa manfaat puasa dari segi perasaan. Dengan adanya bulan puasa tiap tahun kita dituntut untuk melakukan perbuatan yang positif dan menginggalkan yang keji terutama dalam urusan umat.
Jikalau setiap insan di negeri ini bisa menjaga sikap dan tingkah lakunya dari perbuatan yang tercela, maka negeri ini akan menjadi negeri yang kita harapkan.
Semoga dengan adanya bulan Ramadan ini sikap kita terhadap apapun dan siapapun menjadi lebih baik. Aamiin.
Tulungagung, 28 Ramadan 1440 H / 2 Juni 2019
Komentar
Posting Komentar