Semester Baru, Strategi Baru

 




Oleh Azmi Izuddin

Kemarin saya mengambil raport adik-adik saya yang duduk di bangku SMA dan SMP. Selain kuliah, saya juga sebagai wali murid yang tiap harinya memperhatikan pendidikan mereka. Semester satu adalah semester percobaan, semester peralihan. Dimana segala kebijakan-kebijakan baru telah terjadi di semester ini. Mulai dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Tatap muka minimalis, masuk sekolah shif-shif-an (satu pekan masuk 2-3 kali), hingga kapasitas satu kelas berkurang menjadi 50% dari totalnya. Ini berarti ada perubahan-perubahan di dunia pendidikan yang harus kita tengok kembali.

Benar! Dua tahun terakhir pendidikan telah mengalami jalan yang terjal. Segala rencana baik harus diubah 1800 agar tetap eksis bertahan. Contohnya adalah sudah tidak laku lagi buku paket penunjang siswa, runtuhnya berbagai lembaga bimbingan belajar tatap muka, serta minimnya pertemuan antara murid dan guru. Hal ini menyebabkan tujuan utama dari pendidikan akan sulit tercapai. Yaitu mencetak siswa berkarakter.

            Enam bulan terakhir keadaan pendidikan mulai pulih kembali. Sekolah-sekolah memberanikan diri untuk bisa bertatap muka walau minim sekali. Dalam sepekan ada yang 2 kali, ada juga yang 3 kali. Itu pun hanya berlangsung beberapa jam. Sesuai dengan kebijakan sekolah. Bahkan ketika proses tatap muka, kegiatan pembelajaran juga berpusat pada digital, agar para siswa yang tidak bisa hadir di sekolah bisa mengikuti dengan baik. Ini berarti bahwa sudah saatnya di dunia pendidikan dibalut dengan modernisasi. Baik cara belajar bagi siswa dan cara mengajar bagi guru. Seluruh elemen harus bisa menerima situasi saat ini.

            Melihat keadaan diatas, para tenaga pendidikan sudah mempunyai pengalaman di dunia digital pada semester satu. Sebelum memulai semester dua, mari saatnya untuk mengevaluasi kinerja agar kebutuhan para siswa sebagai murid bisa terpenuhi. Yakni mendapatkan pembelajaran dan teladan yang baik. Apakah pada semester satu kemarin telah memberikan hak-hak siswa sebagai murid? Serta apa saja yang telah dilakukan selaku tenaga pendidik untuk mencetak siswanya berkarakter?

            Penulis melihat, ada satu hal penting yang hilang pada dunia pendidikan saat ini. Dimana zaman sekarang tidaklah sama dengan 5 sampai 20 tahun belakangan. Yang mana pembelajaran masih berpusat kepada guru/pengajar. Segala kondisi dan tugas siswa ditentukan oleh gurunya. Akhirnya siswa tidak diberi kebebasan dalam belajar sehingga perkembangan karakter siswa masih terbatas dan stagnan. Padahal jika kita melihat perkembangan teknologi akhir-akhir ini, segalanya menjadi tak terbatas. Lalu mengapa perkembangan siswa masih selalu dibatasi?

            Dimulai dari kehidupan siswa sendiri, bahwa mereka mempunyai rasa, jiwa, dan empati yang harus dikeluarkan. Perasaan ingin tahu yang justru harus dikembangkan. Artinya sebagai tenaga pendidik seharusnya mendorong dan mendukung siswa agar mengeluarkan jiwa dan rasa mereka. Siswa bebas menentukan kapan mereka belajar dan dimana mereka menimba ilmu. Bahkan bisa dengan siapa saja mereka berguru. Dengan ini peran guru adalah mendukung penuh apa yang dilakukan oleh murid bagaimana cara belajar mereka. Menanyakan apa kekurangannya. Mendampingi mereka jika menemukan kesulitan. Sehingga tidak ada batasan perkembangan yang dialami oleh siswa.

            Para siswa pasti merindukan ruang kelas dan ruang praktek. Karena dengan hal itu mereka bisa menciptakan hal-hal yang besar, percobaan-percobaan yang jarang dilakukan. Perkembangan kreatifitas mereka bisa diasah dengan hal-hal semacam itu. Saat ini pembelajaran tidak dibatasi dengan tembok-tembok kelas, artinya sejatinya inovasi-inovasi yang datangnya dari siswa sudah seharusnya kelihatan taringnya. Jangan sampai sebagai guru malah membatasi ruang kreatifitas mereka. Seperti kata orang bijak bahwasannya penjara itu hanya membatasi badan kita, akan tetapi bukan tentang kreatifitas dan inovasi kita. Karena pikiran-pikiran hebat kita tidak bisa dipenjara.

            Kemudian yang hilang pada dunia pendidikan saat ini adalah hilangnya teladan yang baik yang akan membentuk pribadi siswa nantinya. Keseriusan pada dunia digital mengakibatkan para siswa tidak bisa meniru pola dan tingkah laku berbudi pekerti yang baik oleh gurunya. Faktornya adalah singkatnya pertemuan saat tatap muka, minimnya komunikasi antar keduanya, dan tidak ada keterlibatan sesuatu dari guru kepada siswa. Hal inilah yang menjadi PR besar pada semester 2 nantinya.

            Sebelum dimulai semester genap ini, mari membenahi program atau kurikulum di sekolah masing-masing. Kebutuhan siswa diatas segalanya daripada guru mengajar seperlunya. Jaga komunikasi dengan siswa, jika perlu adakan kegiatan-kegiatan atau kerja bareng antar murid dan guru, sehingga dari mereka akan muncul keingintahuan dan mempunyai teladan-teladan yang patut untuk ditiru. Adakan juga beberapa praktik baik yang berhubungan dengan sosial untuk menumbuhkan kesadaran antar sesama. Pendidikan Indonesia di tangan kita sebagai tenaga pendidik. Rencana-rencana dan ide-ide besar jangan dibiarkan begitu saja, mari kita dukung dengan kerja keras dan kerja cerdas demi kebaikan pendidikan Indonesia

Komentar