Saat itu, pertama kalinya Abi memukulku dengan keras memakai tangan kanannya, walaupun tanpa benda namun pukulannya membuat salah satu bagian tubuhku hingga merah binar dan tubuhku panas semalaman.
Selama lima tahun setengah lebih, hubunganku dengan Abi begitu dekat. Canda, tawa, bergurau bersama, sahur dan berbuka hingga sering jalan-jalan dengannya. Tak nyangka gara-gara semaleman hubungan menjadi pecah berantah, aku hanya butuh cerita perjalanannya dan sebentar saja, namun Abi menolak mentah-mentah dan memukulku..
Awalnya, aku senang tiba-tiba pagi itu datang membawa motornya ketika hendak berangkat ke sekolah. Biasanya aku diantar dan ngobrol selama di perjalanan. Serunya bukan main. Namun bayanganku sirna, ternyata Abi punya janji dengan orang lain. Aku berusaha merayunya, gagal dan gagal. Akhirnya Abi menyerahkan motornya dan mengizinkanku untuk membawa motor ke sekolah. Tak lupa uang jajan dari Abi Rp 10.000,- ku belikan bensin semua.
Karena ujian, aku pulang lebih awal, sekitar pukul 12 siang. Berharap abi sudah datang dan ngobrol atau bercerita seperti biasanya. Lama menunggu dan menunggu. Aku mencoba membujuknya dengan pinjam motornya lagi untuk pergi ke sebuah toko buku. Melalui video call whatsapp, percakapan singkat telah terjadi. Namun sebenarnya aku hanya ingin Abi pulang dan aku tak jadi pergi ke toko buku itu.
Makan siang sendirian dirumah emang tak nyaman, yang kukerjakan adalah menunggu Abi pulang. Sebuah pekerjaan yang tak pasti dan hanya butuh harapan. ‘Nanti kalau Abi sudah pulang, aku akan memintanya bercerita tentang perjalanannya, walaupun sebentar semoga aku merasa senang’ Gumamku. Tak tiba-tiba. Sore hingga surup. Padahal janjinya tadi aku tidak boleh memakai sepeda hingga lebih pukul satu siang. Sholat maghrib dan isya’ , makan malam dan menunggu, belum datang juga. ‘Abi kemana ya kok belum datang-datang, aku ingin sekali ngobrol dengannya’.
Pukul 20.45. seorang pangeran telah tiba. Abi yang mengetok pintu lalu mengucap salam dengan senyumnya, namun tidak aku jawab. Datang lalu bersalaman dengannya. Duduk di sebelahnya. Kunci beserta STNK masih di tanganku. Abi yang rumahnya tak jauh dari tempat tinggalku meminta barangnya yang dititipkan kepadaku. Namun aku hanya meminta satu syarat, ‘Abi ceritain dong perjalanan tadi, sedikit aja’.
Tak mau cerita, aku terus merayunya. Berulang-ulang aku memintanya. Namun apa balasnya. Sebuah pukulan keras dengan tangan kanannya ke sebuah bagian tubuhku adalah jawabannya. Sedih dan nangis. Namun aku tahan dihadapan Abi. Tak tau kenapa beliau kok begini hatinya. Kaku, kasar, padat, hitam dan marah kepadaku. baru pertama kali ini Abi memukulku hingga merah binar. Aku berusaha membalas dengan senyuman, namun pukulan ini menjadi sebuah tamparan yang hatiku tak mau senyum lagi dengan Abi.
Abi meminta kunci motornya, namun tak kuberikan. Tiba-tiba beliau pulang jalan, namun bagiku tak masalah, jaraknya begitu dekat jika naik motor. Namun, aku tadi berhasil mengambil kacamatanya, berharap dia kembali dan bercerita denganku. Tak lama kemudian, ada telepon, Abi ingin barangnya semua dikembalikan. Aku menuruti dengan pergi ke rumahnya dan membawa barang miliknya. Sesampai di depan rumah, aku memanggil dengan telpon ke nomernya. Abi keluar dan menyapa dengan senyuman. Namun bagiku itu adalah senyuman palsu. Aku tetap memintanya untuk cerita walaupun di depan rumah. Namun abi melnolaknya dengan cara kasar lagi. sepeda motor yang kutumpangi direbut dengan keras haingga aku hampir jatuh mengenai pot bunga disebelah kananku. Bukan dengan hati, aku mengasihkan STNK dan kacamatanya. Pulang kembali ke rumah tanpa bersalaman. Jalan kaki. Di perjalanan aku bergumam. ‘Selama ini Abi yang selalu mendampingiku ternyata bermuka dua denganku. Dia pernah datang ke desaku untuk menjemputku, pernah juga tidur bersama lalu bercerita tentang tunangannya, dia pernah membelikanku pulsa, membangunkan di pagi hari, mengantar ke sekolah, dan tiap hari memberi pesan istiqomah. Apakah abi selama ini bermuka dua, menjelma sebagai abi yang tak rupa abi’. Sebuah perjalanan sedih hingga tetes air mata menemaniku malam itu.
Komentar
Posting Komentar